Pythagoras lahir di pulau Samos yang
termasuk daerah Ionia. Ia dilahirkan kira-kira dalam tahun 580 sebelum
Masehi. Dalam tradisi Yunani diceritakan bahwa ia banyak bepergian
(antara lain ke Mesir), tetapi tentang itu tidak ada kepastian apa pun.
Menurut umurnya ia sepangkat dengan Xenophanes. Oleh karena kota tempat
lahirnya itu diperintah oleh seorang tiran, sang-perkasa yang buas
bernama Polykrates, ia berangkat dari situ dan pergi mengembara
keseluruh dunia Grik. Akhirnya ia sampai disebelah selatan Penanjung
Italia, di mana orang Grik berangsur-angsur mencari tempat kediaman.
Pada tahun 530 SM. ia menetap di kota Kroton.
Sisi Lain ( agama ) Pythagoras
Di kota itu didirikannya sebuah
perkumpulan Agama, yang disebut-sebut orang kaum Pythagoras. Perkumpulan
itu menjadi sebuah tarikat. Mereka itu diam dengan menyisihkan diri
dari masyarakat, dan hidup selalu dengan amal ibadat. Menurut berbagai
keterangan, Pythagoras terpengaruh oleh aliran mistik yang kembang di
waktu itu dalam alam Yunani, yang bernama Orfisisme.
Tarekat yang didirikan Pythagoras
bersifat religius, bukan politik, sebagaimana pernah diperkirakan.
Mereka menghormati dewa Apollo.Pythagoras dijunjung tinggi dalam
kalangan mereka.
Iamblikhos (abad ke-3 sesudah Masehi)
melukiskan hidup harian dalam tarekat itu. Tarekat dibuka baik untuk
pria maupun untuk wanita.Kalau orang hendak masuk, lebih dulu ia harus
menjalankan masa percobaan.Lantas ia boleh masuk, untuk memulai masa
latihan yang berlangsung tiga tahun lamanya. Sesudah itu lima tahun lagi
ia harus diam-diam dan dalam waktu ini milik kepunyaannya menjadi milik
bersama. Ada peraturan-peraturan mengenai pakaian dan mengenai pantang,
hal mana tentu mempunyai hubungan dengan ajaran Pythagoras tentang
perpindahan jiwa, sebagaimana akan diterangkan lagi.Mereka juga
mempraktekkan pembacaan bersama. Dan menurut kesaksian Diogenes Laertios
(abad ke-3 sesudah Masehi), di waktu malam anggota-anggota tarekat
mengadakan pemeriksaanbatin tentang tingkah lakunya pada hari yang lalu.
Semuanya itu merupakan cirri-ciri yang mengizinkan kita mengerti kaum
Pythgorean sebagai suatu aliran kebatinan.
Pada akhir hidupnya Pythagoras bersama
pengikut-pengikutnya berpindah ke kota Metapontion karena alasan-alasan
polotik dan ia meninggal di sana.
Ajaran Tentang Jiwa
Menurut kepercayaan Pythagoras manusia
itu asalnya Tuhan. Jiwa itu adalah penjelmaan daripada Tuhan yang jatuh
ke dunia karena berdosa. Dan ia akan kembali ke langit ke dalam
lingkungan Tuhan bermula, apabila sudah habis dicuci dosanya itu. Tetapi
kemurnian tidak tercapai sekaligus, melainkan berangsur-angsur. Sebab
itu jiwa itu berulang-ulang turun ke tubuh makhluk dahulu.Dengan jalan
begitu dari setingkat ke setngkat ia mencapai kemurnian. Untuk mencapai
hidup murni, haruslah orang memantangkan makan daging dan kacang.
Menurut kepercayaannya itu Pythagoras menjadi penganjur vegetarisme,
memakan sayur-mayur dan buah-buahan saja.
Tetapi tak cukup orang hidup dengan
membersihkan hidup jasmani saja. Juga hidup rohani teristimewa harus
diperhatikan. Manusia harus berzikir senantiasa untuk mencapai
kesempurnaan hidupnya. Menurut keyakinan kaum Pythagoras setiap waktu
orang harus menanggung jawab dalam hatinya tentang perbuatannya
sehari-hari. Sebelum ia tidur malam, hendaklah diperiksanya dalam
hatinya segala perbuatannya hari itu. Ia harus menanyai dirinya : apa
kekuranganku hari ini ? Larangan mana yang kulanggar ? Periksa peristiwa
itu sampai sehabis-habisnya. Jika ada engkau berbuat salah, hendaklah
engkau rindu. Jika baik segala perbuatanmu, hendaklah engkau gembira !
Hidup ini menurut paham Pythagoras
adalah persediaan buat akhirat. Sebab itu semula dari sini dikerjakan
hidup di hari kemudian itu. Berlagu dengan musik adalah juga sebuah
jalan untuk membersihkan ruh. Dalam penghidupan kaum Pythagoras musik
itu dimuliakan.
Ujung tarekat Pythagoras ialah mendidik
kebatinan dengan mencucikan ruh. Pythagoras percaya akan kepindahan jiwa
dari makhluk yang sekarang kepada makhluk yang akan dating. Apabila
seseorang meninggal, jiwanya kembali lagi ke dunia, masuk dalam badan
salah satu hewan. Kesaksian yang tertua tentang Pythagoras berasal dari
Xenophanes, juga seorang filsuf pra-sokratik dan kawan sewaktu dengan
Pythagoras. Dalam empat baris sajak ia menceritakan bahwa satu kali
Pythagoras mendengar seekor anjing mendengking karena dipukul dan ia
menyuruh supaya pukulan itu dihentikan sebab- katanya – dalam
dengkingnya ia mengenal lagi suara seorang sahabat yang telah meninggal.
Dari kesaksian ini, yang tentu berbentuk sindiran, dapat disimpulkan
dengan kepastian cukup besar bahwa Pythagoras sendiri sudah mengajarkan
perpindahan jiwa, titik ajaran yang penting dalam mazhab Pythagorean
seluruhnya.
Jadi, menurut Pythagoras jiwa itu tidak
dapat mati .Sesudah kematian manusia jiwanya berpindah ke dalam hewan,
dan bila hewan itu mati, ia berpindah lagi, dan seterusnya. Tetapi
dengan menyucikan dirinya jiwa bisa diluputkan dari nasib reinkarnasi
itu. Penyucian itu dihasilkan dengan berpantang jenis makanan tertentu,
seperti hewan dan kacang. Memenuhi peraturan-peraturan semacam itu
adalah unsure penting dalam kehidupan kaum Pythagorean.
Perbandingannya Dengan Islam
Ahli-ahli kalam (Ketuhanan),
kebanyakannya berpendapat bahwa yang dikatakan manusia yaitu “rangka
yang kelihatan “Manusia itu tidak akan lupa kepada dirinya walaupun ia
lupa kepada anggota-anggotanya.
Di dalam Al-Qur’an ada tersebut supaya
“orang jangan mengatakan orang yang mati dalam perang itu mati, tetapi
yang sebenarnya mereka itu hidup lagi diberi rezki”
“Hai jiwa yang tenang, kembalilah
engkau kepada Tuhanmu dengan senang lagi disenangi. Masuklah engkau
kepada hamba-hambaKu. Masuklah engkau kedalam Syurga Ku”
Dalam hadis Nabi Muhammad tersebut pula :
“Penolong Allah tidak mati, tetapi pindah dari satu negeri kepada lain
negeri”. Demikian juga hadis yang mengatakan : “Kuburan itu suatu taman
daripada syurga atau suatu lobang daripada neraka”.
Maksud dari ayat-ayat dan hadis diatas
adalah “Bahwa apabila seseorang telah meninggal, maka ruhnya akan keluar
berpindah ke alam lain yang sudah dijanjikan oleh Allah, sesuai dengan
amal perbuatannya ketika masih hidup didunia. Tidak seperti yang
dikatakan oleh Pythagoras bahwa ruh seseorang yang telah mati pindah
ketubuh hewan (reinkarnasi).
Syari’ah mengimani penyucian jiwa atau
Tazkiyat al-Nafs dan mengarah kepada hati terdalam manusia yang
merupakan pusat emosi di samping mengontrol nafsu yang ditujukan untuk
memiliki benda tertentu yang diharapkan akan mendatangkan kesenangan.
Nafsu sering sangat pribadi sehingga pemuasannya mengakibatkan manusia
menyimpang dari jalan yang benar. Mengontrol nafsu semacam itu nampak
lebih fundamental daripada memuaskannya, di mana pepatah mengatakan
bahwa lebih baik, pasti, menjadi seorang manusia yang tidak kenyang
daripada seekor babi yang kenyang. Karena itu manusia dilarang
mengabaikan hari kiamat, dan rukun-rukun Islam – percaya pada satu
Tuhan, Salat, Puasa, Zakat, dan Haji – disusun dengan cara demikian
untuk menyucikan jiwa dan mengalihkan perhatian manusia dari sifat
egois kepada pengorbanan diri.
Nama-nama atau sifat-sifat daripada jiwa
yang merupakan daya-daya pendorong bagi manusia dalam melakukan
kegiatannya yang baik dan buruk. Nama-nama tersebut ialah :
a. Al-Nafsu’l-Ammarah. Nafsu ini selalu
menyuruh manusia melakukan perbuatan keji dan munkar; menarik hati
manusia untuk mencintai perbuatan itu. Nafsu ini sumber segala
akhlak yang keji dan jahat.
b. Al-Nafsu’l –Lawammah. Nafsu yang
telah memperoleh nur kalbu, sehingga ia sadar akan kejahatan yang
dilakukannya, lalu dicelanya perbuatan itu serta melakukan taubat
dengan mengucapkan istighfar.
c. Al-Nafsu’l-Mutma’innah. Nafsu ini
telah memperoleh nur kalbu, sehingga hilanglah darinya sifat-sifat
tercela dan diganti dengan sifat-sifat yang terpuji. Nafsu ini
adalah sumber segala sifat yang baik dan mulia.
Pembersihan jiwa menurut ajaran Islam
adalah dengan cara menghilangkan sifat-sifat tidak terpuji yang
terdapat pada diri seseorang seperti Hasad, Dengki, Sombong, Pemarah,
dan lain-lain. Dengan mengucap istighfar, atau dengan mengetahui betapa
buruknya akibat yang akan diperoleh jika mengerjakan hal tersebut.
Kalau hati / jiwa sudah terlanjur.sakit, maka hendaklah diobati seperti
yang dianjurkan oleh Imam Ghazali yaitu :
1. Membaca Al-Qur’an beserta maknanya
2. Perbanyaklah melakukan puasa sunnat
3. Hendaklah selalu melakukan shalat malam / tahajud
4. Sering-seringlah hadir ke dalam majlis ilmu
5. Perbanyaklah berdzikir (mengingat Allah)
Dengan demikian secara perlahan jiwa
kita akan bersih dari segala hal-hal yang mengotorinya. Tidak seperti
ajaran Pythagoras, jika ingin jiwanya bersih harus berpantangan dengan
suatu makanan tertentu.
sumber : manusia menurut tarekat pythagoras from http://arisandi.com
0 komentar:
Posting Komentar